
Di tanah Parahyangan yang berangin sejuk dan berselimut kabut pagi, nama Mayor Oking Jayaatmaja terpatri sebagai nyala keberanian yang tak pernah padam. Langkahnya tegap, sorot matanya penuh tekad, dan keyakinannya kokoh mengalir dari cinta yang tulus pada tanah airnya. Ia bukan hanya seorang perwira, melainkan pelindung rakyat, penyemangat perjuangan, dan lambang keteguhan hati di tengah derasnya gelombang penjajahan.
Dalam setiap derap langkah pasukannya, terpatri satu keyakinan: merdeka atau mati dengan kehormatan. Mayor Oking memimpin tidak dari belakang, tetapi berada di garda terdepan, menembus hujan peluru dan deru meriam. Suaranya lantang membakar semangat, “Jangan pernah mundur, karena setiap jengkal tanah ini adalah harkat dan martabat kita.”
Tak jarang ia menyelinap di malam kelam, menyusun strategi di balik senyapnya hutan, dan menyapa rakyat kecil dengan hangat, menumbuhkan harapan bahwa kemerdekaan bukanlah mimpi, melainkan tujuan yang akan digapai bersama. Baginya, perjuangan bukan hanya tentang senjata, tapi juga tentang keyakinan hati, pengorbanan, dan cinta yang mendalam pada bangsa.
Dan ketika sejarah menuliskan namanya, Mayor Oking Jayaatmaja berdiri sebagai simbol keberanian tanpa pamrih. Meski jasadnya mungkin telah menyatu dengan bumi pertiwi, namun semangat juangnya menjelma abadi dalam denyut nadi generasi penerus bangsa. Ia mengajarkan bahwa kepahlawanan lahir dari ketulusan, keberanian, dan kesediaan untuk tetap berdiri, sekalipun dunia memaksamu untuk tersungkur.
