
Bogor – Aksi unjuk rasa terkait revisi Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 44 Tahun 2023 yang digelar di Kabupaten Bogor kini menyingkap persoalan lebih dalam: rapuhnya komunikasi antara eksekutif, legislatif, dan kelompok masyarakat sipil. Forum jawaban Bupati Bogor dan Ketua DPRD yang digelar di Auditorium1Gedung Sekda, Kamis (2/10/25), memperlihatkan bagaimana pemerintah daerah masih mencari cara menjawab keresahan publik yang makin meluas.
Bupati Bogor dalam pernyataannya mencoba menenangkan gejolak.
“Kami terbuka dengan kritik dan siap mengevaluasi. Segala masukan akan dipelajari agar revisi Perbup No.44/2023 berjalan sesuai kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Namun, pernyataan itu justru menimbulkan tanda tanya: mengapa dialog dengan masyarakat dan NGO baru dilakukan setelah aksi protes mencuat di jalanan?

Ketua DPRD Kabupaten Bogor, dalam kesempatan yang sama, menegaskan pihaknya akan mengawal aspirasi.
“DPRD akan membawa tuntutan ini ke rapat pembahasan resmi. Kami tidak ingin keputusan nanti hanya administratif, tapi harus menjawab keresahan masyarakat,” tegasnya.
Meski demikian, forum ini menyisakan kesan bahwa eksekutif dan legislatif bergerak reaktif, bukan proaktif. Beberapa NGO yang hadir menyebut pemerintah daerah kurang transparan sejak awal dalam menyusun Perbup 44/2023.

Komunikasi minim itu membuat ruang dialog seakan buntu, hingga aksi jalanan dianggap menjadi jalan terakhir.
Sejumlah pengamat lokal menilai lemahnya koordinasi eksekutif–legislatif berpotensi memperlebar jarak dengan masyarakat sipil. “Kalau pola komunikasi seperti ini terus dipertahankan, potensi konflik dengan NGO dan organisasi masyarakat akan semakin besar.

Kebijakan daerah bisa kehilangan legitimasi sosial,” ungkap seorang aktivis yang ikut memantau jalannya forum.
Suasana forum di Auditorium Gedung Sekda pun sempat diwarnai interupsi keras dari perwakilan massa aksi yang menilai jawaban Bupati dan Ketua DPRD masih normatif. Meski akhirnya forum berjalan kondusif, publik menanti apakah pernyataan tersebut akan ditindaklanjuti dengan langkah konkret: revisi pasal-pasal bermasalah dan mekanisme komunikasi baru yang lebih terbuka.
Aksi revisi Perbup 44/2023 kini bukan sekadar soal regulasi teknis, tetapi sudah menjadi ujian kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah daerah membangun komunikasi sehat dengan legislatif dan NGO. Jika pola lama tak berubah, gesekan kepentingan bisa terus mengemuka di Kabupaten Bogor. (Firly)
