
Bogor – Skandal dugaan penggelapan dana kompensasi mencuat di Desa Citeureup, Kabupaten Bogor. Dana sebesar Rp40 juta yang diberikan oleh sebuah perusahaan swasta penyedia jaringan internet, diduga tidak sampai ke tangan masyarakat terdampak dan justru ditilep oleh aparat desa.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh awak media, perusahaan telah menyalurkan kompensasi sejak Mei 2025. Dana itu diserahkan melalui rekening pribadi Sekretaris Desa Citeureup (Aldi Wahyudi), sebagai bentuk tanggung jawab sosial terhadap warga yang lahannya terganggu akibat galian kabel optik.
Namun, warga mengaku tidak pernah menerima pembagian dana tersebut.

“Kami hanya dijanjikan. Faktanya, sepeser pun tidak kami terima. Kabel sudah ditanam, akses jalan terganggu, tapi kompensasi raib entah ke mana,” ujar seorang tokoh masyarakat Citeureup, Senin (22/9/25).

Kuat dugaan, dana Rp40 juta tersebut dialihkan dan dikelola secara tertutup oleh oknum perangkat desa. Sekretaris Desa disebut-sebut ikut terlibat dalam pengaturan aliran dana bersama bendahara. Warga menduga ada praktik bagi-bagi jatah antar aparat, sehingga hak masyarakat sengaja dipangkas.
Seorang aktivis pemuda menyebut praktik ini sebagai bentuk korupsi kelas desa yang merusak kepercayaan publik. “Dana puluhan juta rupiah yang seharusnya membantu warga, malah dikorupsi oleh aparat yang mestinya melayani. Ini aib besar,” tegasnya.
Tokoh Masyarakat menilai, dugaan penggelapan ini bisa dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi. “Apabila benar dana kompensasi Rp40 juta tidak disalurkan ke masyarakat, itu jelas korupsi. Aparat desa bisa dipidana,” ujar seorang Tokoh masyarakat.
Dan janggalnya ketika dikonfirmasi ke Kepala Desa, beliau tidak mengetahui aliran dana tersebut. Ini sangat tidak masuk akal, seharusnya sebagai pimpinan harus mengetahui segala aliran dana dari manapun asalnya. Karena semua laporan harus ditandatangi atau diketahui Kepala Desa.
Warga kini menyiapkan laporan resmi ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor dan mendesak Inspektorat Daerah segera melakukan audit. Mereka juga menuntut Kepala Desa Citeureup memberikan klarifikasi terbuka kepada publik.
Kasus ini menambah panjang daftar praktik busuk pengelolaan dana di tingkat desa. Transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya dijunjung tinggi, justru runtuh oleh ulah aparat yang tega mengorbankan hak masyarakat kecil.